Sejarah

Hadirnya Penduduk Betawi Kristiani di Kampung Sawah

Seperti yang diketahui, Kampung Sawah memiliki julukan “Segitiga Emas” karena di dalamnya terdapat tiga rumah ibadah yang lokasinya berdekatan. Tiga rumah ibadah tersebut yaitu Gereja Katolik Santo Servatius yang didirikan pada tahun 1896, Gereja Kristen Pasundan (GKP) Kampung Sawah yang didirikan pada 1874, dan Masjid Agung Al-Jauhar Yasfi yang didirikan pada 1965.

Berdirinya tiga rumah ibadah tersebut menjadi bukti nyata atas tingginya rasa toleransi warga di Kampung Sawah. Tumbuhnya rasa toleransi ini tidak terlepas dari peran para pemuka agama yang gencar menyebarkan ajaran agama mereka di saat itu. Tentu tidak mudah untuk membawa ajaran agama baru di tempat yang warganya telah menganut ajaran agama tertentu.

Lalu, bagaimana agama Kristen dapat diterima dengan baik di Kampung Sawah yang diketahui telah ditempati lebih dulu oleh suku Betawi yang beragama Islam?

Awal Mula Masuknya Agama Kristen di Kampung Sawah

Dikutip dari buku “Robin Hood Betawi” yang ditulis oleh Alwi Shihab pada tahun 2002, persebaran agama Kristen di Kampung Sawah dimulai dari pernikahan antara Jawara Benten dengan putri tuan tanah Belanda. Setelah menikah, sang jawara memutuskan untuk ikut memeluk agama yang dianut oleh sang istri.

Bukan melalui dasar agama, menurut “Katolik dan Budaya Lokal Betawi: Studi Akulturasi Katolik terhadap Budaya Lokal Betawi di Kampung Sawah” karya Helmi Suhaimi (2016), masuknya agama Katolik di Kampung Sawah didasari oleh faktor ekonomi dan perdagangan. 

Berdirinya Gereja di Kampung Sawah

Hadirnya rumah ibadah umat Kristiani di Kampung Sawah diawali dengan pembaptisan 18 warga Kampung Sawah oleh Pastor Bernardus Schweitz. Waktu berselang, pada 1922, Rm. J. Van Der Loor mendirikan gereja baru yang dilengkapi dengan sebuah menara.

Terbentuknya Komunitas Betawi Kristiani

Pada 1978, Suster Pauline yang menjadi kepala SMP Strada di Kampung Sawah menggagas berdirinya proyek Karang Kitri. Lalu, pada 1988, Aloysius Yun Noron yang merupakan putra asli Kampung Sawah ditahbiskan menjadi imam. Itu merupakan kali pertama putra asli Kampung Sawah menjadi imam setelah 92 tahun pembaptisan pertama dilakukan.

Sejak saat itu, adat dan seni budaya Betawi mulai digunakan para pastor dalam kegiatan keagamaan di Gereja. Sejak saat itu, rasa toleransi dan kerukunan umat beragama tumbuh di Kampung Sawah. Baik agama Islam, Katolik, maupun Protestan sama-sama membangun hubungan yang harmonis.

Hubungan yang harmonis ini tercermin dari bagaimana para warga saling mengirimkan makanan saat hari perayaan agama masing-masing. Sebagai contoh, umat Muslim akan memberikan makanan kepada umat non Muslim saat perayaan Idul Fitri. Begitu juga sebaliknya, para umat non Muslim akan memberikan makanan kepada umat Muslim saat hari Natal.

Leave a Comment