Kota Bekasi kini tak hanya dikenal sebagai kawasan industri dan kota penyangga ibu kota. Di balik hiruk-pikuknya, muncul satu identitas baru yang menginspirasi: Bekasi sebagai kota literasi. Gerakan ini tidak tumbuh secara instan, melainkan lahir dari semangat komunitas, dukungan pemerintah, dan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan secara kreatif. Dari taman ke taman, geliat literasi mulai terasa nyata.
Komunitas Riung Baca: Perpustakaan Jalanan di Jantung Kota
Salah satu pendorong utama berkembangnya budaya literasi di Bekasi adalah komunitas Riung Baca. Komunitas ini dikenal dengan konsep “Perpustakaan Jalanan”, di mana mereka membawa berbagai jenis buku dan menyulap taman-taman kota seperti Taman Galaxy dan Taman Jatiasih menjadi ruang baca terbuka.
Yang membuat Riung Baca unik adalah pendekatan sosial dan inklusifnya. Siapa saja bisa membaca tanpa perlu kartu anggota, tanpa biaya, tanpa syarat. Ini menjadikan taman kota sebagai titik temu antara buku dan masyarakat. Tak jarang, kegiatan membaca dibarengi dengan diskusi kecil, dongeng untuk anak-anak, bahkan pertunjukan seni yang edukatif.
Ruang Baca dan Transformasi Perpustakaan Kota Bekasi
Tak hanya dari komunitas, semangat literasi juga didukung penuh oleh Perpustakaan Kota Bekasi melalui program “Ruang Baca”. Program ini bertujuan memperbarui wajah perpustakaan menjadi lebih modern dan ramah pengunjung. Dengan desain interior yang nyaman, koleksi buku yang terus diperbarui, dan fasilitas seperti Wi-Fi gratis serta spot baca anak, perpustakaan kini lebih dari sekadar tempat meminjam buku, ia juga dapat menjadi ruang interaksi dan eksplorasi.
Selain itu, keberadaan perpustakaan keliling serta perpustakaan mini di lingkungan RW juga menjadi bukti bahwa Bekasi serius mengupayakan literasi dari level akar rumput.
Literasi sebagai Gaya Hidup Baru Masyarakat Bekasi
Tren positif ini menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Bekasi mulai tumbuh. Anak-anak tidak lagi asing dengan buku cerita, remaja mulai menjadikan taman sebagai tempat membaca dan berdiskusi, dan para orang tua mendukung kegiatan ini dengan antusias. Tak sedikit juga sekolah dan pelaku UMKM yang ikut terlibat dalam kegiatan literasi, seperti bazar buku murah dan pelatihan menulis.
Yang terpenting, gerakan literasi di Bekasi tak mengandalkan ruang formal saja. Justru taman-taman kota dan ruang publik lainnya menjadi pusat pertumbuhan budaya baca yang menyenangkan dan tidak mengintimidasi.
Dengan kolaborasi antara komunitas, pemerintah, dan masyarakat, Bekasi perlahan namun pasti memperkuat identitasnya sebagai kota literasi. Dari taman ke taman, dari buku ke buku, dan dari tangan ke tangan, semangat membaca terus menyebar. Bekasi kini bukan sekadar tempat persinggahan, tapi juga rumah bagi para pencinta ilmu dan cerita.